Peran Kelembagaan Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Brantas
TUGAS MK KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM
Nama : DADANG AGUNG SETIYAWAN
NIM : 230361100003
Prodi : Magister PSDA UTM
Peran
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Brantas
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan
wilayah pengelolaan yang tidak dapat dibatasi secara administratif. Sering kali,
DAS membentang antar kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, bahkan melintasi
negara. Oleh karenanya, perlu kolaborasi dan partisipasi dari semua pihak dalam
pengeloalaannya.
Demi tercapainya pengelolaan DAS
yang optimal, tiap kelembagaan yang ada di sekitar harus paham peran
masing-masing. Seperti dilansir laman Kelurahan Tambangan, Kecamatan Mijen,
Kota Semarang, yang dimaksud kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang
melakukan usaha guna mencapai tujuan
tertentu dan menfokuskan pada perilaku dengan nilai, norma, dan aturan yang
mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area aktivitas tempat berlangsungnya.
Sungai Brantas memiliki peran dalam penunjang
ekonomi Propinsi Jawa Timur. Propinsi diujung timur Pulau Jawa tersebut
berkontribusi pada lumbung pangan nasional sebesar 30% dari stok pangan
Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,8% disumbang dari Daerah Pengaliran
Sungai (DPS) Sungai Brantas. Sungai sepanjang 320 km itu membentang dari
Kabupaten Malang hingga Surabaya yang mengalir melingkari gunung berapi aktif,
yaitu Gunung Kelud. (Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sidoarjo 2018-2037,
2019)
Karena Sungai Brantas melitasi beberapa kabupaten
di Propinsi Jawa Timur, maka ada sejumlah kelembagaan yang turut berperan dalam
mengelola DAS Brantas. Paling tidak, ada lima kelembagaan yang memiliki andil
dalam usaha pelestarian DAS Brantas, yakni
kelembagaan pemerintah, non-Government Organization (NGO), swasta/industri,
masyarakat, dan akademisi. Berikut peranan dari masing-masing kelembagaan dalam
usaha pengelolaan DAS Brantas.
1.
Pemerintah berperan dalam pembuatan regulasi, kebijakan,
dan penegakan hukum. Pemerintah, dalam hal ini mencakup keperintahan secara
integral dari tingkat pusat hingga daerah. Namun demikian, dalam jurnal Ifah et al., (2012) ditemukan bahwa, kebijakan pemerintah dalam mengelola
DAS Brantas masih bersifat Bereucratic
Network tanpa integrasi dan kohesivitas aktor. Artinya, perencanaannya
didominasi oleh satu aktor pemerintah, dalam hal ini Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BPDAS) Brantas.
2.
NGO bertugas pada sisi advokasi, penelitian, dan
edukasi masyarakat. Salah satu lembaga non pemerintah yang sering terlibat
dalam konservasi di Sungai Brantas adalah Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi
Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton). Dalam
hal advokasi, LSM tersebut intens dalam mengkritik pemerintah terkait
pengelolaan DAS Brantas. Bahkan, Ecoton tak segan melayangkan gugatan ketika
terjadi fenomena yang menjerumus pada kerugian lingkungan.
3.
Kelompok masyarakat memiliki fungsi partisipasi
aktif dalam konservasi, pemantauan, dan pengawasan lingkungan perairan. Salah satu
kelompok masyarakat yang ada di wilayah DAS Brantas adalah Kelompok Usaha Bersama
(KUB). Kelompok tersebut merupakan kumpulan dari nelayan pancari ikan air tawar
di Sungai Brantas. Karena memiliki kedekatan secara geografis, kelompok masyarakat
ini bisa memantau aktivitas yang sekiranya membahayakan kelangsungan ekosistem
sungai.
4.
Swasta/industri memiliki peran dalam hal investasi,
difusi teknologi ramah lingkungan, kesadaran dan tanggung jawab sosial (CSR). Adanya
industri di sekitar DAS harusnya bisa turut serta menjaga kelestarian
lingkungan. Salah satunya dengan penerapan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
yang aturan. Selain itu, dana CSR yang dimiliki bisa digunakan untuk turut
serta membangun lingkungan dan konservasi di wilayah DAS.
5.
Akademisi mempunyai peran pada penelitian, kajian
ilmiah, dan rekomendasi kebijakan. Civitas akademika di lingkungan kampus
secara periodik bisa melakukan penelitian terkait kerangka pengelolaan DAS yang
berkelanjutan. Hasilnya dapat menjadi sumbangsih akademisi kepada pemerintah
dalam menyusun rencana kebijakan.
Dari sekian peranan kelembagaan, hal yang perlu
mendapat atensi lebih adalah terkait kolaborasi dan sinergi antar kelembagaan.
Seperti disampaiakan Ifah et al., (2012) , Forum DAS Brantas yang sudah ada harus bisa
menjadi media koordinasi, intrasi, sinergi, dan sinkronisasi antar stakeholder secara aktif. Wadah tersbut
sebisa mungkin mampu meningkatkan peran masyarakat dan menjadi jembatan atas
ego sektoral antar intstitusi.
Rujukan :
https://keltambangan.semarangkota.go.id/kelembagaan
Ifah, Suryadi, &
Hermawan. (2012). Jejaring Kebijakan Dalam Perencanaan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Brantas Terpadu. Jurnal WACANA, Jurnal Sosial Dan
Humaniora, 15(4), 49–56. ejournal.unesa.ac.id
Rencana Induk Sistem
Penyediaan Air Minum Kabupaten Sidoarjo 2018-2037, Pub. L. No. 86 Tahun 2019,
Sekretaris Daerah Sidoarjo 1 (2019).
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Komentar
Posting Komentar